Sabtu, 15 Maret 2008

“Anak Berhak Sejahtera”

Hmmm, kalo didenger-denger neh, rasanya kata Hari Anak Nasional rada asing deh di telinga kita sekarang ini. Nggak banyak dari kita yang tau kalo Hari Anak Nasional jatuh pada setiap tanggal 23 Juli. Tapi kenapa harus ada Hari Anak Nasional? Jawabnya, supaya anak-anak merasa dihargai. Selain itu, anak-anak juga berhak hidup sejahtera lho. Anak-anak adalah SDM yang diharepin bisa membawa dunia ke arah yang lebih baik. Hal itu bisa terwujud dengan pendidikan yang baik pada anak-anak, karena pendidikan adalah bagian penting yang harus dilaksanakan dalam pemerintahan.
Bukankah, anak merupakan asset bangsa dan negara yang kelak akan memberi peran penting, salah satunya dalam melanjutkan sistem pemerintahan. Sehingga, untuk menjadikan mereka sebagai SDM yang berkualitas, diperlukan pendidikan yang baik pula.
Nggak hanya pendidikan, masa kecil merekapun turut nentuin gimana mereka kedepan. Gimana nggak, masa kecil adalah saat bermain yang menjadi menu favorit dalam lembaran di tiap hari anak-anak. Saat itu adalah saat yang paling bebas untuk berekspresi dan berkreasi tanpa ada beban dan tanggung jawab menumpuk di pundak. Bagi kebanyakan orang, masa-masa itu selalu s’lalu diliputi dengan senyum, canda, tawa.
Namun apakah anak diusia seumur jagung itu merasakan kebahagiaan disaat mereka memulai proses penting itu? Ternyata enggak! Saat ini di Indonesia terdapat sekitar 1,8 juta pekerja anak, 2,7 juta anak yang terlantar, lebih dari 50 ribu anak berkeliaran di jalan, 10 juta balita menderita busung lapar, dan anak-anak penderita trafficking. Belum lagi anak-anak yang menjadi korban korban kekerasan seksual.
Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan, pada tahun 2005 telah terjadi tindak kekerasan terhadap anak sebanyak 18.700 kasus. Data itu didapatkan hanya dari Komisi Nasional Perlindungan Anak yang tersebar di seluruh Indonesia. (www.tempointeraktif.com).
Nah, dari itu aja kita bisa tahu kalo gak seluruh anak bisa hidup bahagia kayak kita-kita. Tapi mudah-mudahan dengan peringatan Hari Anak Nasional ini, bisa membuat anak-anak lebih merasa beruntung lagi menjadi seorang anak. eps

sekolah gratis di negara paman sam? emang bener???

Pasti banyak kamu semua yang punya persepsi tentang kehidupan remaja2 di AS sono, antara lain “sekolah gratis” bagi warga di AS hingga tingkat menengah atas,
ternyata Sobat gesit mempunyai persepsi yang ternyata tidak klop dengan kondisi dan kehidupan di negara Paman Sam tersebut. Dengan kata lain, persepsi kamu hanyalah mitos, bukan kenyataan tentang kehidupan remaja di AS.

*Mitos Sekolah Gratis
Banyak dari kamu berpendapat jika sudah menjadi resident, yaitu penduduk AS yang memegang Green Card atopun Warga Negara AS, maka ia akan bisa menikmati sekolah hingga tingkat menengah atas secara gratis.

*Fakta
Untuk sekolah swasta, kayak halnya di Indonesia, penduduk AS tetep bayar. Untuk sekolah negeri yang dikelola ama pemerintah, emang ntuh murid gak bayar uang sekolah s’cara langsung. Pertanyaannya neh, siapa yang bayar? Yang bayar adalah semua penduduk resmi di sana. Pembayarannya dilakukan melalui pajak yang disetor oleh mereka ke Internal Revenue Service atau IRS (Departemen Perpajakan AS) sampai 35% dari pendapatan secara berkala setiap tahun (smbiz.com), sekitar 8% dari pajak penjualan untuk negara bagian Kalifornia, kurang lebih 1% dari pajak bangunan dan untuk kota tertentu ditambah assessment fee sekitar $2.500 per tahun bagi pemilik rumah.
Jika pendapatan seseorang $100.000 per tahun yang termasuk cukup tinggi, dengan harga rumah yang ia miliki sekitar $600.000 (harga yang termasuk paling murah di San Francisco), maka pajak yang dibayar ke pemerintah di luar pajak penjualan adalah sebesar $36.500 (28% dari $100.000 + 1% dari $600.000 + $2.500 essessment fee). Di dalam nilai $36.000 itu, sebagiannya digunakan oleh pemerintah untuk membiayai sekolah. S’karang kamu dah tau khan, Jadi mitos sekolah gratis di AS gak bener. eps

remaja pake ramalan???

Nginjek awal tahun 2008 yang tinggal hitungan hari lagi nech, kayaknya banyak hal yang bakal ngeramein euforia tahun baru di dunia kawula muda. Salah satunya, melihat sesuatu yang belum terjadi secara lebih awal ato yang biasa di sebut ngeramal.
Nggak tau kenapa, bagi remaja, banyak hal yang mereka dapet dari sebuah ramalan. Mulai dari merasa terpuaskan karena udah ngerasa mengetahui sesuatu lebih awal, ampe ngerasa bisa tau peruntungan hidup mereka.. Tapi apakah sekumpulan kata-kata yang kamu baca itu akurat? Ato malah cuma menjadi sugesti doang?
Ramalan sendiri kayaknya nggak terpisahkan ama yang namanya remaja. Kita bisa liat dari acara-acara remaja, tabloid remaja, bahkan siaran radio remaja yang nyuguhin seputar ramalan. Tapi sebenernya, nggak cuma remaja aja lho yang suka mencermati ramalan, orang dewasa yang udah bapak-bapak ato ibu-ibu pun gak sedikit yang getol ama ramalan.
Jadi jangan heran kalo berbagai media massa seperti koran, majalah, radio, atau televisi, ngejadiin ramalan sebagai rubrik andalan mereka. Wellbudy, sejarah ramalan bermula sejak zaman prasejarah. Dimana orang Cina udah menggunakan kaedah ramalan sejak 5000 tahun lalu. And ramal-meramal kemudian dipelajari ama orang Roma, India, Cina, Arab, Ibrani, Melayu dan Mesir juga. Jenis ramalanpun bermacem-macem, mulai dari ramalan via telapak tangan, ramalan bintang, bola, kristal, tarot, ampe pake yang namanya kartu.
Butzz.. tau gak? Sebenernya cuma ada dua jenis ramalan lho. Pertama, ramalan yang berdasarkan pada analisis-analisis ilmiah or melalui riset. Ramalan semacem ini disebut juga prediksi ilmiah yang notabene aman-aman aja jika kita percaya, soalnya berlandaskan ama data dan fakta yang dianalisis secara rasional. Misalnya ramalan cuaca, ramalan kelahiran bayi, ramalan penyakit, dan sebagainya.
Kedua, ramalan yang berlandaskan pada mistik. Ramalan semacam ini biasa dilakukan oleh para dukun, paranormal, atau ahli nujum. Biasanya mereka meramal hal-hal yang merupakan otoritas Yang Di Atas. Misalnya tentang jodoh, rejeki, kebahagiaan ataupun kesengsaraan. Mekanisme kerjanya, biasanya mereka meminta bantuan jin.
Sebagian dari kamu mungkin bertanya-tanya, kenapa remaja seusia kamu, umumnya suka dengan hal-hal yang sifatnya ramalan, baik itu ramalan bintang, garis tangan, ramalan dengan kartu, komputer, atau lainnya. Itu karena semua orang tau apa yang yang ingin kamu baca dari ramalan itu. Kamu pasti ingin tahu ramalan asmara kamu, keuangan, aktivitas, kesehatan, dan lain-lain.
Dan mungkin hal itu yang menjadi penyebab kamu menjadi pecinta ramalan yang always butuh ama ramalan. Tapi, seberapa percaya remaja ama yang namanya ramalan? Menurut hasil penelitian, ramalan yang sering dibaca ama remaja itu udah hampir jadi kebutuhan pokok buat mereka. Bahkan ada yang menunda waktu belajar atau sampe-sampe rela nggak makan sebelum ngebaca yang namanya ramalan.
Sebagai remaja, jangan sampai kamu terjebak ama karakter yang dibuat ama ramalan, apapun bentuknya. Apalagi memasuki tahun 2008 ini, kamu mestinya udah punya resolusi buat ke depan. Jangan sampai ramalan menjadi rambu-rambu yang ngatur laju hidup kamu.
Orang bijak seringkali berkata, manusia adalah makhluk yang bisa mengubah keadaan pada waktu kapan pun. Bahkan peubahan itu bisa kamu lakukan dalam hitungan detik. Nah, kamu pasti juga bisa menjadi orang yang 'berani bertarung' untuk ngewujudin cita-cita. Malu kan kalau kamu disebut generasi loyo. Kamu juga jangan terlalu terpengaruh, kalau suatu kali ramalan bintang kamu negatif. Memang ada kalanya, ramalan itu memiliki kemiripan dengan kenyataan. Tapi kalau sampai terlalu percaya, justru akan membuat kamu tidak memiliki prinsip hidup. Eps

Berorganisasi Yuk….

Nggak cuma nambah temen, berorganisasi juga melatih kamu berani tampil di depan umum, dan belajar mengurus diri sendiri serta orang lain. Yang jelas, banyak manfaat yang bisa kamu petik dari berorganisasi, seperti ulasan Gesit kali ini. Sok atuh disimak…

Siapa bilang, cuma para politisi aja yang perlu berorganisasi. Kita para pelajar pun, walau masih duduk dibangku SMA atau SMP, nggak ada salahnya terjun ke dalam organisasi. Yakin dech, nggak bakalan nyesel, meski memang terkadang waktu belajar di sekolah mesti kepotong, lantaran harus ngelaksanain tugas atau urusan yang berkaitan dengan organisasi yang kita ikuti itu.
Organisasi, berasal dari bahasa Yunani, Organon yang berarti alat. Pengertian organisasi telah banyak disampaikan para ahli, tetapi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip. Yup, organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang yang ingin mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki.
Nah, buat para pelajar, kita bisa aktif di OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah). Di sini, setiap anggota bisa belajar manajemen sederhana dalam mengatur diri dan kelompok, mengatur keuangan, dan sebagainya. Sekolah juga menyediakan pembina khusus untuk OSIS yang bertugas memberikan arahan dan pembinaan kepada seluruh pengurus OSIS.
OSIS yang emang udah familiar di telinga pelajar sekolah, banyak digandrungi oleh siswa. Terlepas dari tugas yang diemban oleh anggota OSIS sendiri, tak perlu diragukan kalo OSIS punya tempat tersendiri di hati para siswa. Soalnya, selain cukup dikenal sama temen-temen yang lain, menjadi anggota OSIS termasuk menjadi orang-orang yang terpilih dari hampir seluruh siswa yang mengikuti rekrutmen OSIS.
By the way, di sekolah kamu tentunya nggak hanya ada OSIS aja khan? Masih banyak organisasi atau wadah lainnya, seperti ekstra kurikuler (ekskul) yang dapat menampung aktivitas dan bakat kamu sesuai bidang yang kamu sukai. Contohnya, pasukan pengibar bendera atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Paskibra. Dari namanya aja kita udah tau kalo organisasi ini merupakan tempat buat kamu-kamu yang tetarik sama urusan kibar-mengibar bendera.
Truzz, ada juga ekskul Pramuka, yang udah kita kenal dari bangku SD. Ada lagi Rohis, tempat buat kamu yang ingin memperdalam soal agama. Selain itu, masih banyak lagi organisasi berupa ekskul yang lainnya kayak PKS (Patroli Keamanan Sekolah), PMR (Palang Merah Remaja), seni, olahraga dan lain sebagainya. Di sekolah, kamu tinggal pilah-pilih mana ekskul yang sesuai dengan bakat ‘n minat kamu.
“Berorganisasi emang enak, contohnya saya bisa mengenal dan dikenal sama siswa-siswa yang lain, sama guru juga. Tapi yang nggak enaknya, selain banyak pelajaran yang tertinggal, juga banyak menyita tenaga,” kata M Nurrudin, Ketua OSIS SMAN 16 Palembang periode 2006/2007 ketika ditanya suka dukanya menjadi Ketua OSIS.
Berorganisasi di sekolah bukan hanya sekedar ajang coba-coba. Apalagi kalau cuma ikut-ikutan. Soalnya di dalam organisasi kita dituntut untuk menjalankan program kerja yang telah ditetapkan untuk ngemajuin organisasi tersebut. Organisasi sendiri bisa menjadi sarana nonformal yang bisa ngelatih kedisiplinan dan rasa kebersamaan kamu. Karena di dalam organisasi sendiri, kita dituntut buat bisa kerja dalam tim, patuh terhadap aturan organisasi, dan bertanggung jawab terhadap tugas, apapun organisasi itu. Lebih dari itu, terlibat dalam suatu organisasi bikin kita ngerasa punya peran penting. Dan paling nggak, kamu akan punya akses yang lebih banyak untuk berhubungan dengan orang lain. Karena itu kalau ada di antara kamu menolak ikut berorganisasi dengan alasan buang-buang waktu atau takut pelajaran terbengkalai, tentu sangat disayangkan. Gimana, sekarang kamu nggak ragu lagi kan? Kalau gitu, segeralah menetapkan organisasi mana yang bakal kamu masuki. epan

Televisi, ‘teman apa teman’

Masa remaja adalah masa yang rentan, dimana banyak faktor baik intern atopun eksrtern yang dapat memacu kenakalan remaja yang dah kayak penyakit turunan yang susah banget dibasmi, sobat gesit pada tau gak kalo ternyata televisi ternyata menjadi faktor yang dapat memacu remaja pada arah negatif. Lho,,, kok iso??? Nach,,, laput gesit edisi kali ini bakal ngupas hal tersebut. Disimak yau…
Yupz, ketika televisi memainkan peran yang terbesar dalam menyajikan informasi-informasi yang dibutuhkan setiap remaja, seharusnya televisi menjadi sarana penghubung antara remaja dengan dunia. tetapi sekarang ini, acara yang ditayangkan pun tidak lagi menomor-satukan unsur edukasi.
Bisa dilihat dari rentetan acara pada puluhan stasiun televisi yang mengudara 1 x 24jam, banyak sekali tayangan tentang pergaulan bebas remaja bersifat pornografis, kekerasan, hedonisme dan sebagainya untuk selalu ditampilkan dilayar kaca. Hal ini disebabkan karena industri perfilman kurang memberikan pesan-pesan moral terhadap siaran yang ditampilkan.
Gak hanya itu doing, dengan penayangan acara yang blak-blakan, televisi memberikan suatu realitas kehidupan yang carut marut, dimana remaja ‘dipaksa’ untuk meresapi tayangan televisi secara berlebihan.
Sebenernya, produksi acara televisi sendiri secara ideal tentu gak dibuat dengan asal-asalan, banyak hal yang mestinya always diperhitungkan secara teknis, misalnya tema, muatan, pesan, kemasan, dan jam tayang. Nah,,,Pilihan-pilihan yang gak tepat seputar hal teknis tersebut bakal membuat progran ngalamin yang namanya distorsi (pemutar balikkan fakta) dikemudian hari.
Neil Postman dalam bukunya "The Disappearance of Childhood" (Lenyapnya Masa Kanak-Kanak), menulis bahwa sejak tahun 1950, televisi di Amerika telah menyiarkan program-program yang seragam dan anak-anak, sama seperti anggota masyarakat lainnya, menjadi korban gelombang visual yang ditunjukkan televisi. Dengan menekankan bahwa televisi telah memusnahkan dinding pemisah antara dunia kanak-kanak dan dunia orang dewasa, Neil Postman menyebutkan tiga karakteristik televisi .Pertama, pesan media ini dapat sampai kepada pemirsanya tanpa memerlukan bimbingan atau petunjuk. Kedua, pesan itu sampai tanpa memerlukan pemikiran. Ketiga, televisi tidak memberikan pemisahan bagi para pemirsanya, artinya siapa saja dapat menyaksikan siaran televisi (google).
Sedangkan penelitian lain mengenai pengaruh televisi terhadap IQ anak mendapati hasil bahwa anak di bawah 3 tahun yang rajin menonton televisi setiap jamnya, ternyata hasil uji membacanya turun, uji membaca komprehensif turun, juga memori. Yang positif hanyalah kemampuan mengenal dengan membaca naik. Dari situ disimpulkan bahwa menonton televisihanya membawa lebih banyak dampak buruk dibanding efek baiknya.
disini juga kita gak bisa salahkan televisi itu sendiri, melainkan bagaimana peran orang tua untuk mendampingi seorang anak dalam memberikan proses pembelajaran. yang jelas setiap sesuatu memiliki dampat negatif dan juga positif, tinggal bagaimana kita mampu untuk menyaring itu semua.
Sebagai remaja, seharusnya kita jangan menjadi ‘pelahap’ acara televisi yang always mantengin acara-acara yang ada, kita mesti membuat filter buat nyaring apa-apa aja yang kita liat, and yang terpenting kita kudu inget ama tugas awal kita, yaitu belajar. Eps